Keimanan kita kepada Allah SWT perlu dipertegas dengan keyakinan bahwa Dia lah yang maha kuasa dan maha segalaya, oleh karena itu kita perlu untuk menanamkan rasa takut. Nah, untuk itu berikut ini saya telah menyiapkan contoh pidato tentang menanam rasa takut kepada Allah SWT.
Assalamu’alaikum Wr.Wb
(Silahkan pilih mukodimah pidato yang anda sukai)
Para Bapak, Ibu dan saudara-saudara sekalian,
Pada kesempatan ini saya mengajak kepada hadirin sekalian, terutama kepada teman-teman sejawat untuk selalu merasa takut kepada Allah. Sebab sebagai seorang muslim yang beriman telah meyakini bahwa Allah itu berkuasa memberi siksa kepada kita jika kita telah durhaka atau berbuat maksiat kepada-Nya.
Sedangkan jika di dalam hati kita sudah ada rasa takut kepada Allah, maka hal itu merupakan bekal untuk mencapai keselamatan. Artinya, dengan memiliki rasa takut kepada Allah, maka kita akan takut berbuat dosa. Jika kita takut berbuat dosa, maka akan selamat dari siksa Allah.
Seorang yang merasa takut terhadap laknat dan siksa dari Allah, maka ia mempunyai keyakinan bahwa perintah Allah jika tidak dilaksanakan maka ia akan menjadi durhaka. Kalau sudah durhaka, maka tentu Allah mengancamnya dengan siksa. Dengan demikian sedapat-dapatnya, ia menjauhi semua larangan-larangan Allah. Sebab dia menyadari bahwa suatu yang dilarang itu dibenci Allah. Segala yang dibenci Allah namun tetap saja dilaksanakan, maka Allah pasti marah dan memberi siksa.
Para hadirin yang dirahmati Allah,
Rasa takut kepada Allah hendaknya kita tanamkan di dalam hati. Begitu juga rasa harap harus pula ditanamkan dalam hati. Rasa harap ialah ada harapan pahala dan rahmatNya apabila kita menjalankan perintah-perintahNya. Kedua faktor itu jika sudah kita miliki dan berpengaruh kuat pada jiwa kita, maka akan mudahlah kita untuk menjalankan ibadah.
Orang yang merasa takut kepada Allah tentu sangat risau jika mengingat kematian. Bukan karena takut mati atau enggan meninggalkan dunia ini. Bukan pula enggan berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Kerisauan yang dirasakan karena dia menyadari bahwa dirinya banyak dosa dan khawatir sewaktu-waktu ajal menjemputnya. Perasaan yang demikian itu dipengaruhi pula bahwa amal kebaikan, yaitu amal taat kepada Allah yang dilakukan masih belum sempurna. Rasa takut yang demikian itu adalah ciri-ciri orang beriman.
Sebaiknya, orang yang merasa aman dari Allah ialah mereka yang tidak mau tahu terhadap kematiannya. Ia lupa mengingat mati karena tenggelam dalam kesenangan dunia dan tenggelam dalam kemaksiatan. Dia merasa bebas berbuat apa saja sesuai dengan keinginan hatinya. Sesungguhnya orang yang di dunia merasa aman dari siksa, maka kelak di hari akhirat ia akan merasakan ketakutan yang luar biasa.
Berbeda dengan orang beriman, jika ia mengingat dosanya, meskipun dosa itu kecil, tetapi ia merasa ketakutan. Kemudian mendorong dirinya untuk memperbaiki amal ibadah dan menyegerakan taubat. Sikap yang demikian inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi saw. “Ketika hati seorang mukmin bergetar karena takut kepada Allah, maka berjatuhanlah dosa-dosanya seperti daun kering yang berguguran dari tangkainya.”
Dalam hadis lain diterangkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya, tentang siapakah yang termasuk dalam kerabatnya? Beliau saw. menjawab, “Keluargaku ialah setiap mukmin yang bertaqwa, yaitu yang memiliki rasa takut dan rasa harap sampai di hari kiamat. Sedangkan wali-waliku ialah para mutaqin, dan masing-masing mempunyai kelebihan, kecuali taqwa kepada Allah.”
Para hadirin yang saya hormati,
Hendaknya kita dapat membedakan antara perasaan takut kepada Allah dengan takut kepada sesama makhluk. Kalau takut kepada sesama makhluk maka kita mempunyai kecenderungan untuk menghindari atau menjauhi. Karena menghindari terhadap yang kita takutkan akan dapat menyelamatkan diri. Namun tidak demikian makna rasa takut kepada Allah. Takut kepada Allah bukan menjauhi atau menghindariNya. Bukan berarti enggan melaksanakan perintahNya dan tak menghiraukan laranganNya. Bukan itu!
Takut kepada Allah adalah taat. Jika kita sudah taat maka tak akan pernah melanggar ketentuan Allah, tapi dengan istiqomah dan ikhlas kita selalu menunaikan perintah dan menjauhi laranganNya. Jika kita melanggar laranganNya, sama artinya dengan berbuat durhaka kepada Allah.
Hendaknya kita betul-betul menyadari bahwa setiap detik kita selalu digoda hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan musuh jiwa beragama, musuh jiwa orang-orang beriman. Sedetik saja kita terlena, maka akan diombang-ambingkan oleh hawa nafsu tersebut sehingga rasa takut kepada Allah menjadi berkurang. Bahkan menjadi sirna. Kalau sudah demikian, jalan untuk berbuat maksiat begitu lapang dan mudah untuk kita lakukan.
Hawa nafsu tidak pernah mendorong kita agar menjalankan kebaikan. Tetapi selalu menjerumuskan kepada perbuatan dosa, misalnya menghasut orang lain, dengki, bertengkar, dendam dan sebagainya. Hawa nafsu berbeda dengan kata hati, sebab hawa nafsu membuat seseorang tidak merasa takut sedikitpun kepada Allah. Sedangkan kata hati, mempunyai rasa malu dan rasa takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Jika ada dorongan untuk berbuat maksiat, maka hati kita akan berkata perbuatan itu tercela. Tetapi jika hawa nafsu di dada kita lebih kuat, maka dorongan berbuat maksiat akan lebih kita pilih.
Orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat, karena hatinya telah dikuasai hawa nafsu. Setiap saat diombang-ambingkan pendirian dan setan pun mengambil kesempatan dengan cara membisikan sesuatu yang jahat. Jika kita hendak beramal taat dan beramal baik, maka nafsu selalu mencegah setan membisikan rasa malas. Karena itu jika hati kita telah tidak ada perasaan takut kepada Allah, maka sulitlah untuk melaksanakan ibadah dan amal taat.
Jika di dalam hati kita sudah tertanam rasa takut, maka untuk berbuat maksiat atau dosa tidak akan terjadi karena kita selalu ingat Allah. Kita selalu ingat akan siksa yang diancamkan untuk kita. Dengan demikian, kitapun mengurungkan niat untuk melakukan perbuatan dosa tersebut. Di mana saja, sendiri atau bersama orang lain, kita selalu mengekang prilaku buruk dengan alasan takut bahwa Allah melihat dan mengancam siksa.
Bilahit taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakatuhu.