Pidato Tentang Pendidikan

Pendidikan menjadi kalimat ampuh untuk mengukur bagaimana kemajuan suatu bangsa. Pendidikan dalam banyak pikiran orang hanya berkisar tentang institusi pendidikan formal dari SD sampai perguruan tinggi. Namun apakah pendidikan sedangkal itu? Agaknya setiap orang dapat dijadikan guru dan setiap tempat dijadikan sekolah. Barang kali pendidikan tidak sebatas empat dinding ruangan kelas. Selengkapnya pidato tentang pendidikan berikut ini, Semoga Bermanfaat !

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hadirin Yang berbahagia

Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan sedikit bahasan mengenai pendidikan. Barang kali semua orang telah mafhum bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan sering kali dijadikan tolak ukur seberapa maju suatu bangsa. Tak aneh negeri yang dikenal maju seperti halnya Jepang, Amerika, Finlandia, dan Singapura begitu memperhatikan pendidikan.
Lalu apa sebenarnya pendidikan itu sendiri?

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003, Pendidikan didefinisikan sebagai Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya,masyarakat bangsa dan negara.

 Berdasarkan definisi ini tentunya kita tahu bahwa inti dari proses pendidikan adalah ‘suasana’. Diantaranya suasana yang mendukung proses pembelajaran ataupun suasana yang mendidik manusia dalam mengembangkan sisi kemanusiaannya. Singkatnya pendidikan tidak hanya terbatas pada empat dinding ruangan kelas, selama itu mengandung proses pembelajaran tentunya dapat dikatakan sebagai bagian dari pendidikan.
Pendidikan menjadi pemutus mata rantai kebodohan dan kemiskinan. Namun pendidikan tidak semata-mata ditujukan untuk mencari kekayaan.

Pendidikan adalah media yang dapat mengantarkan manusia menuju keberadannya. Keberadaan ini mungkin dalam bahasa filsafat adalah eksitensi diri.
Istilah eksistensi berasal dari kata eks yang artinya keluar dan kata sistensi yang diturunkan dari kata sisto yang artinya berdiri atu menempatkan. Eksistensi adalah cara manusia ber-ada (mengada di dunia).

Kurniasih dan Tatang (2015: 81) mengungkapkan bahwa eksistensi manusia berarti cara beradanya manusia sebagai subjek atau pribadi yang sadar diri dan memiliki penyadaran diri, yang keluar dari dirinya sendiri. Secara sederhana, eksistensi dapat diartikan sebagai keberadaan manusia yang tidak hanya sekedar ada namun berada, dimana istilah berada tersebut mengarah pada kebermanfaatan dan keberhargaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang dalam peranannya tidak dapat digantikan oleh mahluk Tuhan yang lain.

Manusia yang bereksistensi adalah manusia yang keberadaannya bernilai bagi sesama sehingga keberadaanya dirindukan dan diperlukan oleh orang-orang sekitarnya.
Ibarat sayuran tomat, tentunya para petani memisahkan tomat yang bisa dijual dan tidak bisa dijual ke pasaran. Petani ini membedakan mana tomat yang bernilai jual dan mana yang tidak. Maka mereka yang berada adalah mereka yang dalam prosesnya tidak hanya sekedar hadir melainkan menjadi bernilai dalam kehidupannya.

 Barang kali pendidikan adalah jalan agar manusia menjadi bernilai baik dihadapan sesama manusia maupun dihadapan Tuhan. Kebernilaian ini tak pernah bisa dicapai tanpa proses pendidikan itu sendiri karena menjadi bernilai bukanlah perkara yang dapat dicapai tanpa ilmu dan kemampuan. Untuk dapat bermanfaat dan bernilai sekurang-kurangnya manusia membutuhkan ilmu, kompetensi dan kepribadian yang tidak lain dan tidak bukan dapat diperoleh melalui proses pendidikan.

Hadirin yang berbahagia

 Apa tujuan pendidikan itu sendiri? Barang kali pendidikan ditujukan agar manusia dapat memberdayakan sisi kemanusiaannya. Katakanlah, kualitas pribadi atau akhlak yang menjadi ujung tombak keberadaan pendidikan. Orang bisa begitu cerdas dan berprestasi tapi hal itu tidak serta merta menjadikannya berakhlak dengan kualitas pribadi yang tinggi.
Pada intinya prestasi memang begitu memukau semua orang tapi tidak serta merta menjadi jaminan kualitas pribadi seseorang.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membuat seseorang lebih dekat dengan Tuhannya. Maka kiranya pendidikan pun demikian, pendidikan yang berhasil selalu mendekatkan seseorang kepada Tuhannya. Pendidikan ini menjadikan manusia dapat berhubungan baik dengan dirinya sendiri, sesama, lingkungan dan juga Tuhan.

Hadirin yang berbahagia

 Pernahkah melihat proses pendidikan yang timpang yaitu pendidikan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual saja?
Hari ini proses pendidikan berlangsung overkognitif dimana terdapat kecenderungan untuk mengutamakan kecerdasan intelektual dengan mengabaikan kecerdasan emosional dan spiritual. Hari ini kita mudah sekali untuk melihat bagaimana banyak orang yang cerdas tapi mentalnya begitu lemah. Banyak orang yang menjadi begitu ahli untuk menghafal mengisi soal ujian tapi begitu lemah menghadapi soal kehidupan. Nilai kebaikan sebagai nilai kualitas pribadi menjadi sebatas pengetahuan tanpa menjadi bagian dari kepribadian seseorang.

Lalu bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung?

Ada begitu banyak yang menjadi PR pendidikan kita hari ini, fenomena yang terjadi mencuatkan beberapa hal yang dinilai menjadi solusi seperti hal nya pendidikan karakter atau bahkan pendidikan berbasis kecerdasan majemuk dari Howard Gardner. Pendidikan kita hari ini membutuhkan banyak tangan untuk sama-sama bahu-membahu membangun proses pendidikan itu sendiri. Pendidikan bukanlah sampan kecil melainkan ibarat sebuah kapal pesiar yang hanya untuk sekedar berbelok pun membutuhkan kekuatan dan kerja sama orang banyak. Untuk itu dibutuhkan kesadaran dan kepedulian bersama untuk membangun dan mengembangkannya menjadi lebih baik.

Gagasan inovatif pun banyak muncul dari generasi muda diantaranya adalah VTIC atau Volunteer Teaching Indonesian Children yang merupakan wadah kesukarelawanan dalam bidang pendidikan dimana salah satu kegiatannya adalah mengajar anak-anak Indonesia di Malaysia. Selain itu juga ada Kelas Multikultural yang mewadahi siswa dari berbagai daerah untuk belajar dalam perbedaan. Kelas ini mengupayakan generasi muda yang cinta damai dan tidak gagap perbedaan. Hebatnya, sekolah dari kelas multicultural ini tidak membebani siswanya untuk membayar biaya pendidikan alias gratis. Kelas multicultural ini dapat kita temukan di SMK Bakti Karya Parigi, Pangandaran.

Hadirin yang berbahagia

Dr. G.J. Nieuwenhuis pernah berkata: ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.” Pengorbanan menjadi salah satu kunci bagaimana pendidikan kita hari ini dapat terlepas dari belenggu-belenggu dekadensi moral dan keterbelakangan pendidikan. Bangsa ini butuh generasi yang tidak hanya pandai menemukan kesalahan pihak tertentu melainkan juga memberikan solusi terhadap setiap permasalahan. Sekali lagi, pendidikan adalah urusan kita bersama karena sejatinya setiap tempat dapat dijadikan sekolah dan setiap orang dapat dijadikan guru.

 Akhirnya kita berharap supaya proses pendidikan yang kita tempuh menjadikan kita lebih arif dan bijaksana untuk berkorban bagi kebaikan sesama. Bukankah ilmu yang bermanfaat akan mengekalkan manusia dimana pahalanya terus mengalir dan berlimpah meskipun yang bersangkutan telah meninggalkan dunia?
Lalu bagaimana jadinya jika pendidikan yang kita tempuh hanya ditujukan untuk mencari materi ?

Astaghfirullahala’dzim semoga Allah Swt. senantiasa memberikan jalan agar kita dapat menjadi manusia yang dikehendakinya. Tak dapat dipungkiri, perhiasan dunia menjadi suatu hal yang begitu mengagumkan dan menjadi sangat manusiawi untuk menginginkannya. Namun hati kita menjadi hakim yang paling jujur untuk menentukan apakah itu menjadi suatu hal yang baik atau bahkan sebaliknya. Semoga Allah Swt senantiasa meluruskan niat kita menuju pencarian ilmu yang paling hakiki, yaitu pencarian ilmu untuk menemukan Ridhonya.

Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, yang menyampaikan tidak lebih baik dari yang mendengarkan untuk itu atas kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh