Pidato Tentang Kemandirian Perempuan

Kemandirian, sikap ini menjadi sikap yang wajib dimiliki setiap orang tak terkecuali perempuan. Kemandirian ini melepaskan manusia dari belenggu ketergantungan terhadap manusia. Menjadi perempuan yang mandiri tentunya menjadi harapan bagi setiap wanita yang dengannya ia menjadi sosok tangguh yang berdiri sendiri. Selengkapnya pidato tentang kemandirian perempuan berikut ini, semoga bermanfaat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hadirin Yang Berbahagia

Dalam perjalanan sejarah, peran perempuan dalam kehidupan sosial terus mengalami perubahan. Pergeseran nilai yang berakar pada agama dan budaya masyarakat turut serta memengaruhi perempuan dalam memposisikan dirinya di lingkungan sosial. Di masa arab jahiliah, perempuan ditempatkan pada posisi inferior dan di pandang hanya dari sisi biologis dengan karakteristik vulgaristik yang hanya berorientasi pada pemenuhan nafsu biologis.

Pada masa tersebut, perempuan di lambangkan dengan sosok yang teramat hina sehingga kelahirannya pun dianggap aib oleh masyarakat jahiliah. Tak jarang kelahiran perempuan memunculkan amarah bagi kepala keluarga yang berujung pada pembunuhan hidup-hidup bayi perempuan.
Di indonesia sendiri, perubahan peran perempuan dari masa ke masa dapat dilihat dari perjuangan pergerakan perempuan indonesia.

Di masa pra kemerdekaan, pergerakan perempuan secara garis besar berorientasi pada perjuangan emansipasi, nasionalisme dan pembebasan dari kolonialisme. Hal ini ditandai dengan berdirinya organisasi poetri mardika sebagai organisasi perempuan pertama di indonesia. Kelahiran poetri mardika dan gerakan perempuan lainnya memang tidak bisa dipisahkan dari gerakan nasional bahkan internasional dalam memperjuangkan emansipasi, nasionalisme dan pembebasan dari kolonialisme (Suryochondro: 2000).

Pada masa kemerdekaan perjuangan perempuan berorientasi pada persamaan hak di bidang politik, hak memperoleh pendidikan dan kesempatan dalam bekerja. Dari orientasi pergerakan perempuan tersebut, dapat digaris bawahi bahwa dalam prosesnya sosok perempuan indonesia berjuang secara gigih dalam melepaskan diri dari hegemoni kolonialisme dan hegemoni budaya yang memarjinalkan perempuan.

Hegemoni kolonialisme di tandai dengan keterjajahan bangsa indonesia di bawah tangan penjajah yang berusaha mengeksploitasi SDA dan SDM Indonesia. Masa kolonialisme ini melahirkan tokoh-tokoh pejuang perempuan yang memberontak pada penjajah seperti Cut Nya Dien dan Cut Meutia dari Aceh, Martha Cristina Tiahahu dari Maluku, dan Nyai Ageng Serang dari Jawa Tengah. Hegemoni budaya patriarkal yang cenderung memarjinalkan perempuan dan hanya memandang perempuan dari sisi biologis telah mendorong munculnya wacana tentang emansipasi serta tokoh yang berkaitan dengannya seperti RA Kartini.

Hadirin yang berbahagia

Perjuangan perempuan dari masa ke masa tidak pernah lepas dari konsepsi kemandirian yang di upayakannya untuk memandirikan diri agar tidak bergantung kepada orang lain. Kaitannya dengan perjuangan bangsa, gerakan perempuan telah memberi pesan bahwa sosok perempuan memiliki andil yang besar dalam menentukan arah kehidupan yang berguna bagi dirinya dan bangsanya sendiri.

Dalam hal ini, Cut Nya Dien dan Cut Meutia adalah sosok perempuan yang mengupayakan kemandirian bangsa untuk tidak bergantung dan tidak tertindas oleh bangsa lain. Kemandirian yang tersirat dari kedua tokoh perempuan tersebut adalah kegigihan dalam mengupayakan kehidupan bangsa yang dapat berdiri di kaki sendiri tanpa intervensi bangsa lain.

Pada masa kekinian, sosok kartini adalah sosok perempuan mandiri yang berusaha secara bebas dalam menentukan sikap dan tindakannya tanpa terbelenggu oleh budaya patriarkal yang memarjinalkan perempuan.
Dalam hal ini kartini disebut-sebut sebagai tokoh emansipasi yang berjuang melepaskan diri dari feodalisme dan ketidakadilan yang berkaitan dengan pemarjinalan perempuan dalam bidang pendidikan dan sosial.

 Hadirin yang berbahagia

Secara sederhana kemandirian dapat di maknai sebagai kemampuan untuk menolong diri sendiri, kemampuan untuk dapat memilih dan mengambil keputusan, dan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya atau potensi sehingga mampu melakukan yang terbaik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat atau bahkan bangsa. Elkind dan Weiner (dalam Lerner, 1976; dikutip Nuryoto, 1993, h. 51) berpendapat bahwa kemandirian mencakup pengertian kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri.

Kemandirian diyakini sebagai aspek kepribadian yang mampu membebaskan manusia dari belenggu ketergantungan yang merupakan representasi dari lemahnya watak dan hancurnya harga diri manusia.
Kemandirian merupakan formula yang harus di miliki perempuan untuk dapat berkiprah secara positif dalam lingkungannya. Kemandirian merupakan langkah awal bagi perempuan untuk dapat mendaya-gunakan setiap potensi yang ia miliki agar mampu berperan di lingkungan sosial dalam bidangnya masing-masing.

Kemandirian bukan lah aspek yang memisahkan sosok perempuan dengan lingkungannya, namun merupakan manifestasi dari sikap positif sebagai pionir perubahan yang bersama-sama dengan lingkungan masyarakat menuju kehidupan yang lebih bernilai. Kemandirian secara konkret termanifestasikan dari sosok perempuan yang tidak merutuk keadaan namun memberikan solusi, yang tidak menunggu orang lain melakukan perubahan namun bersama-sama mengajak orang lain untuk melakukan perubahan, yang tidak merasa lemah dalam pelbagai hal, yang tidak bergantung pada sosok laki-laki, yang mampu memilih dan mengambil keputusan secara bertanggungjawab dsb.

Kemandirian merupakan langkah awal agar perempuan mampu menjalankan perannya baik dalam ranah domestik maupun ranah publik secara optimal. Jika Cut Nyak Dien dan Cut Meutia dengan kemandiriannya mampu membawa bangsa indonesia pada gerbang kemerdekaan maka sudah seyogianya perempuan masa kini untuk mampu memandirikan diri dalam rangka mengisi kemerdekaan sesuai amanat emansipasi RA Kartini.

Pada masa kini peluang dan kesempatan bagi perempuan untuk dapat menentukan arah kehidupannya secara bebas dan bertanggung jawab telah terbuka lebar. Namun yang harus digarisbawahi adalah kemandirian perempuan harus ditunjang dengan akses pendidikan yang membuatnya mampu memilih dan mengambil keputusan secara bertanggungjawab. Pendidikan yang dibutuhkan dalam menunjang kemandirian perempuan sekurang-kurangnya adalah pendidikan yang secara integral mampu menyeimbangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual serta potensi kecerdasan majemuk lainnya.

Pendidikan tersebut sekurang-kurangnya mampu mengembangkan perilaku perempuan yang sadar akan perannya baik dalam ranah domestik maupun dalam ranah publik.
Peran ganda yang sering kali dimiliki perempuan masa kini menuntut sebuah kemandirian dalam upaya mengoptimalkan perannya pada ranah domestik maupun publik. Peran perempuan dalam ranah domestik merupakan peran esensial dalam mengembangkan generasi muda yang berkualitas yang mampu membawa kemajuan bangsa.

Perempuan sebagai pendidik utama dan pertama dalam keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan keluarga yang berkualitas sebagai unit terkecil masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, teori sosiologi mengatakan bahwa ‘’keluarga adalah pondasi masyarakat. Masyarakat yang berkualitas merupakan pondasi yang kuat dalam memajukan bangsa, dan hal tersebut tak lepas dari peran perempuan dalam mengupayakan keluarga yang berkualitas atau dalam islam disebut dengan sakinah, mawaddah dan warohmah.

 Peran perempuan dalam ranah publik dapat ditandai dengan cara perempuan dalam mengaktualisasikan dirinya di masyarakat baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik dsb. Peran perempuan dalam ranah publik merupakan hasil perjuangan emansipasi agar perempuan dapat memiliki kesempatan yang setara dengan laki-laki dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Peran ganda tersebut tidak akan mampu berjalan secara optimal tanpa kemandirian yang dimiliki perempuan.

Kemandirian bagi perempuan sekurang-kurangnya mampu mengembangkan sikap disiplin dan tanggungjawab dalam menjalankan amanah; tegas dalam bertindak; berkomitmen untuk memperjuangkan perannya dalam keluarga dan masyarakat secara optimal; serta kepercayaan diri dalam mengamalkan ilmu secara optimal.

Dengan demikian kemandirian merupakan pondasi awal yang mampu mengarahkan perempuan untuk mampu membuat keputusan terbaik dalam mengatur dan mengoptimalkan perannya baik dalam ranah domestik (keluarga) maupun publik (masyarakat).

Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh