Naskah Pidato Tentang Cara Mendidik Anak

Mendidik adalah tugas utama manusia dewasa terlepas dari profesi apapun yang dimilikinya. Manusia dewasa terutama yang telah menjadi orangtua memiliki tanggung jawab dalam menorehkan tinta emas bagi perkembangan kepribadian anak-anaknya. Keluarga adalah lingkungan terbaik dalam memberikan pendidikan bagi anak. Lalu bagaimana cara mendidik anak? Selengkapnya Naskah Pidato tentang cara mendidik anak.

 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hadirin Rahimakumullah

 Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan sedikit ilmu tentang cara mendidik anak. Tentunya kita tahu bahwa untuk menjadi dokter, insinyur, arsitek, dan profesi lainnya dapat ditempuh denga bersekolah namun adakah sekolah terbaik yang dapat menciptakan ibu terbaik sang pendidik anak.
Anak adalah anugerah dan amanah terbesar dalam kehidupan yang baik dan buruknya sangat ditentukan oleh cara orangtua dalam mendidiknya. Tatapan, bahasa tubuh, ucapan dan tindakan orangtua menjelma menjadi tinta pewarna yang akan mewarnai jiwa anak.

Ada yang mengatakan bahwa setiap anak yang terlahir ke bumi ini seperti layaknya kertas putih dimana orangtua memiliki andil dalam menggoreskan tinta kebaikan atau bahkan keburukan.
Lalu bagaimana mendidik manusia? Ingat anak kita merupakan manusia kecil yang keberadaannya untuk menjadi baik dan benar sangat ditentukan oleh cara kita memperlakukannya. Pendidikan keluarga adalah sekolah terbaik bagi anak dan ibu memiliki peran sentral dalam mengarahkan kemudi pendidikan tersebut. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak yang mengajarkan ilmu dalam setiap tatapan dan kasih sayangnya.

 Hadirin yang berbahagia

 Izinkanlah saya menyampaikan beberapa cara dalam mendidik anak, diantaranya adalah:

Pertama memberikan contoh atau keteladanan. Anak-anak adalah mahluk yang paling pintar dalam meniru orang-orang di sekelilingnya. Ia menjadi begitu tertarik dengan apa yang ia lihat dan dengar yang dengannya memaksa dirinya untuk meniru setiap ucapan, tindakan atau bahkan bahasa tubuh orang-orang di sekelilingnya. Berkaitan dengan pentingnya keteladanan ini, Tarmizi Taher mengemukakan bahwa penanaman nilai atau norma agama tidak cukup hanya dengan mengajarkan konsep batal-haram tetapi harus diikiti dengan keteladanan yang konsisten dari pihak orangtua. Anak akan mengalami kebingungan dan kesulitan dalam menjalankan ajaran agama dengan baik, jika orangtuanya sendiri sering melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama atau yang menimbulkan sikap dualism. Misalnya orangtua menetapkan aturan agar anak-anak dapat shalat tepat pada waktunya sementara orangtua sendiri melanggar aturan yang ditetapkannya.

 Kedua, memberikan pelatihan dan pembiasaan. Hal ini berkaitan dengan pelatihan dan pembinaan kepada anak tentang ajaran agama, seperti ibadah shalat, doa membaca Al-Quran, menghafalkan surat-surat pendek dan berahlaqul karimah. Kenapa pelatihan dan pembiasaan ini perlu?

Proses pendidikan tidak seperti hal nya memakan cabe dimana pedas yang ditimbulkannya akan langsung terasa, tetapi dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk dapat benar-benar menyadari betapa pentingya pendidikan dalam mengantarkan manusia menuju karakter yang baik. Dalam mendidik anak terutamanya mengarahkan karakter dan perilakunya dibutuhkan proses pengulangan secara terus menerus dalam waktu dan proses yang panjang.
Berkaitan dengan pentingnya pembiasaan ini dalam mengembangkan kepribadian anak yang shaleh, Zakiah Darajat mengemukakan bahwa apabila anak tidak terbiasa melaksanakan ajaran agama terutama ibadah dan tidak pula dilatih atau dibiasakan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Tuhan maka pada waktu dewasa anti ia akan cenderung bersikap acuh tak acuh, anti agama atau sekurang-kurangnya ia tidak akan merasakan pentingnya agama bagi dirinya. Tetapi sebaliknya anak yang banyak mendapat latihan dan pembiasaan agama pada waktu dewasanya nanti akan semakin merasakan kebutuhan terhadap agama. Kepercayaan anak kepada Allah dan agama pada umumnya berkembang melalui aktivitas latihan dan pembiasaan sejak kecil yang diperolehnya dari orangtua dan guru.

Ketiga memberi kesempatan untuk berdialog. Seiirng dengan bertambahnya usia anak dan juga tingkat pemikirannya maka orangtua atau guru seyogiaynya memberikan peluang kepada anak untuk berdialogatau berbincang-bincang tentang berbagai persoalan agama atau keterkaitan antara nilai-nilai agama dengan keseluruhan apek kehidupan. Melalui dialog ini anak berpeluang untuk mengembangkan potensi intelektualnya dan sikap-sikap demokratisnya.

Hadirin yang berbahagia

 Demikianlah sedikitnya cara-cara mendidik anak, tentunya kita semua telah mafhum bahwa pendidikan anak melibatkan tri sentra pendidikan yang mencakup keluarga, sekolah dan masyarakat. Namun lingkungan pertama dan utama pendidikan anak berasal dari keluarga dimana ibu menjadi tokoh sentral dalam mengarahkan pendidikan manusia.

Sejarah mencatat seorang anak pernah terlahir tanpa ayah, Isa bin Maryam dilahirkan tanpa campur tangan seorang ayah. Sejarah juga mencatat seorang anak lahir setelah kematian ayahnya. Muhammad bin Abdullah terlahir tanpa dihadiri oleh ayahnya dimana sampai usia dewasanya ia tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Dibawah asuhan ibu mereka lah yang membuat pribadinya menjadi tangguh.

Kisah lain berasal dari Ismail bin Ibrahim dimana stelah kelahirannya bayi Ismail dibawa hijrah oleh ayahnya. Bertiga ayah, ibu dan anak melangkahkan kaki ke Mekah. Hingga akhirnya tiba di tempat tujuan Sang Ayah, Nabi Ibrahim as. Meninggalkan keduanya. Wanita yang baru melahirkan dengan bayi yang masih teramat kecil harus ditinggalkan di tempat nan jauh yang diliputi padang pasir tandus dan hampir tak berpenghuni. Keyakinan bahwa segalanya telah diperintahkan Allah menjadi sumber kekuatan yang mantap untuk tidak lagi mengkhawatirkan ketakutan hidup di lembah tandus yang hampir jauh sekali dengan kerumunan manusia.

Hajar sebagai Ibu tak berputus asa dari Rahmat Allah dan teguh dengan keimanannya.
Dibawah asuhan ibu yang luar biasa ini, Nabi Ismail as tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mencintai dan dicintai Allah Swt. dikatakan bahwa Nabi Ismail ini tak tersentuh kasih sayang ayahnya selama masa pertumbuhannya. Selama itu ibunya adalah sosok pengasuh, penjaga, pemelihara sekaligus pendidik terbaiknya.

 Hasil didikan, kekuatan dan kemandirian Ibu ternyata memberikan andil yang sangat besar dalam menentukan bagaimana anak manusia bisa berkembang akal dan jiwanya. Begitu banyak manusia hebat yang dilahirkan dari para ibu yang luar biasa bahkan tanpa seorang ayah yang mendampinginya. Ibu sering kali menjadi sosok dibalik kehebatan pribadi dan kesuksesan manusia.

Kisah sebaliknya datang dari putra Nabi Nuh as yang bernama Kan’an. Dia lahir dan dibesarkan dari seorang ibu pendusta yang malah menjadi musuh dalam selimut suaminya sendiri. Ketika Allah memerintahkan Nuh as agar membuat perahu besar di atas bukit, sang istri menuduhnya sudah tidak waras. Tak sangka, wanita pendusta ini pun menyebarkan fitnah tentang suaminya terhadap masyarakat. Ia menyebarkan berita bohong bahwa suaminya sudah tidak waras lagi.

 Lahir dan dibesarkan dari ibu pendusta, Kan’an tumbuh menjadi anak yang sombong dan sering kali menolak arahan sang ayah. Saat banjir bandang menimpa dan air bah mulai menggunung, Nabi Nuh as memanggil puteranya,’’ Hai Anakku, naiklah ke kapal ini bersama kami dan janganlah kamu berada bersama-sam orang kafir,’’.
Ajakan baik sang ayah disikapi oleh si anak dengan pengabaian, brang kali ia merasa hebat, kuat dan yakin akan selamat tanpa bantuan ayahnya. Dengan keyakinannya ia berniat mendaki gunung tertinggi yang dirasa kan mengamankannya dari air bah,’’ Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah,’’ begitu ucapnya.

Nabi Nuh yang amat mencintai anaknya terus mengajak kan’an untuk naik ke kapalnya, beliau sadar betull bahwa pada hari itu tidak akan ada yang selamat kecuali orang-orang beriman yang semuanya berada di dalam kapal. Namun sekali lagi ajakan sang ayah melah di sikapinya dengan penolakan. Barang kali hati kan’an telah membatu sehingga Allah memisahkannya dari ayah dan orang-orang shaleh lainnya.
Inilah sekelumit kisah betapa ibu memiliki peran sentral dalam mencetak pribadi anak.

Begitu banyak ibu yang dalam kesendirian, kemandirian dan kekuatannya dapat mendidik anak dan memposisikan dirinya sebagai ibu dan ayah bagi anak-anaknya. Ibu adalah kunci yang akan membuka dunia anak menuju pribadinya yang cerdas dan berkarakter.
Ibu adalah sekolah pertama bagi anak dan keberadannya merupakan maha guru yang membuka dunia anak dengan segala kemampuannya.

 Tentunya beruntung sekali ibu yang dapat menjalankan perannya dengan baik hingga ia menjadi inspirasi yang membawa anak-anaknya menuju kesuksesan dan kebaikan.
Hadirin yang berbahagia
Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dapat dimaklumi dan dimaafkan. Akhir kata semoga kita menjadi sosok pendidik terbaik bagi anak-anak kita kelak. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh