Ceramah Berjudul Memurnikan Niat Dalam Mencari Ilmu

Salah satu bentuk kesyukuran adalah dengan memberdayakan setiap yang diberikan-Nya dengan sebaik mungkin termasuk dengan akal. kesyukuran karena dikarunia akal sebagai alat berpikir seharusnya memacu manusia untuk menggunakan potensi akalnya dengan sebaik mungkin. menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh adalah bagian dari kesyukuran tapi agaknya kita harus memurnikan niat agar perjuangan menuntut ilmu tersebut berasal dan bermuara pada Allah Swt. Selengkapnya tentang ceramah berjudul memurnikan niat dalam mencari ilmu, berikut.

 Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang saya hormati teman-teman dan hadirin semua. Marilah kita bersama – sama panjatkan puja, puji, dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam karena atas berkah, rahmat dan hidayahnya kita semua dapat berkumpul di tepat yang Insya Allah mulia ini Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan ke pada junjungan kita – manusia terbaik sepanjang zaman yakni besar Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Semoga kita semua kelak mendapatkan syafaatnya. Aamiin

Hadirin Yang Rahimakumullah

Pada kesempatan kali ini marilah kita semua menengok perjalanan hidup kita ke belakang. Sepanjang waktu yang telah terlalui seberapa banyak kita belajar? Seberapa banyak kita mendayagunakan akal kita dengan sebaik-baiknya? Dan seberapa banyak kita menggunakan ilmu itu untuk lebih mengenal sang Pencipta.

Saudaraku setiap orang telah mafhum bahwa menuntut ilmu adalah perbuatan yang sangat mulia bahkan Allah Swt mengatakan akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Mereka yang berilmu lebih menyulitkan setan untuk mengganggunya dibanding dengan mereka ahli ibadah. Ilmu menjadi sarana penting bagi kita untuk lebih banyak mengenal sang Khalik. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mendekatkan diri kepada Allah.

 Ilmu menjadi bagian penting agar manusia bisa hidup dengan baik dan benar meskipun adakalanya ada orang mempertanyakan mengapa begitu banyak orang yang menggunakan ilmu atau kepintarannya untuk membodohi orang lain. Lalu mengapa hal ini bisa terjadi?

Ada orang yang begitu tekun untuk menuntut ilmu ada pula yang tidak. Ada beberapa orang yang mungkin mendasari pencarian ilmunya untuk menggapai hal-ikhwal tentang keduniaan adapula yang begitu teguh agar pencarian ilmunya berasal dan bermuara kepada Tuhan, ada pula orang yang masih bertanya-tanya untuk apa ia mencari ilmu karena baginya sekolah hanya sebuah formalitas.

Setiap orang memiliki niat yang beragam dalam mencari ilmu. Dan kita telah diajarkan sejak masih kecil agar setiap halnya didasarkan dari, kepada dan untuk Allah Swt. apalagi berkaitan dengan menuntut ilmu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam praktiknya bukan hal yang mudah untuk memurnikan niat karena Allah dalam mencari ilmu.

Saudaraku, sadarkah kita sering kali kita hanya menggunakan otak kita hanya untuk menggapai ambisi-ambisi dunia? Tidak sedikit kita begitu gigih untuk mengejar ambisi dunia tapi begitu lalai untuk mengejar akhirat. Sering kali, hati kita begitu gandrung mencari ‘sebutan’ dunia dengan mengejar gelar dan jabatan tapi kita begitu lalai bahwa sebenarnya akal kita harus digunakan untuk memahami ayat-ayat-Nya terlepas dari bidang ilmu apapun yang kita pilih.

Saudaraku, ulama kita terdahulu seperti Imam Syafi’I, Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Khawarizmi, AL-Biruni dan lainnya merupakan ulama yang begitu cerdas dan bijak untuk tidak membedakan antara ilmu agama dan dunia. Bagi mereka setiap ilmu adalah karunia yang dapat mengantarkannya pada kedekatan terhadap sang Khalik. Ketekunan, kesabaran, kesungguhan, dan kerja keras dalam menuntut ilmu merupakan hal-hal yang berasal dan bermuara pada Tuhan. Kiranya inilah rahasia kunci bagaimana mereka menjadi begitu ahli terhadap bidang ilmu yang mereka dalami. Tanpa iming-iming meraih nobel atau menduduki kekuasaan tertentu mereka menjadi begitu berkilau dengan keilmuannya bahkan sampai saat ini.

Tampaknya kesungguhan kita untuk mengejar akhirat akan membuat dunia pun mengikutinya tapi tidak sebaliknya. Hal ini membuat kita meletakan akhirat di hati dan dunia di tangan. Keilmuan yang didasari niatan untuk mendekat pada-Nya dengan memahami ayat-ayat-Nya yang terhampar di muka bumi akan berbuah pada kebenaran ilmu.

Saudaraku, sejatinya apa yang saya sampaikan adalah nasihat untuk diri saya sendiri. Sedikitpun saya tidak merasa lebih baik hanya karena saya yang menyampaikan kebaikan ini.

Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya mohon dapat dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh